Demak Siap Amankan Pasokan Bawang Merah dan Cabai Ibu Kota
By Admin
nusakini.com - Memasuki puncak musim penghujan di Januari-Februari, kerap muncul keresahan akan dampak yang ditimbulkan nantinya. Sejak hujan lebat mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia, beberapa daerah mengalami banjir, longsor dan dampak lingkungan lainnya. Intensitas curah hujan yang tinggi dikhawatirkan berdampak pada pasokan cabai dan bawang merah khususnya yang berasal dari sentra pemasok utama di Pulau Jawa.
Kabupaten Demak menyumbang sekitar 3 persen dari total produksi bawang merah nasional termasuk 0.2 persen untuk produksi cabai besar nasional. Sebagai penyangga dan pemasok Jabodetabek harian, total neraca dari kabupaten ini mencapai kurang lebih 4 ribu ton di bulan Januari. Dengan kebutuhan Jabodetabek yang mencapai 13 ribu ton per bulan, Demak mampu memenuhi 30 persennya. Begitupun dengan neraca positif pada Februari sebesar 5 ribu hektare dan 2 ribu hektare di bulan Maret.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Demak, Wibowo, sekaligus anggota Satgas Pangan Daerah, saat ditemui di kantor dinas menjelaskan kondisi terkini pertanaman di wilayahnya.
"Saat ini terdapat lebih dari 2.800 hektare pertanaman bawang merah di Demak. Panen di bulan ini (Januari-red) diperkirakan 2.130 hektare di Kecamatan Mijen, Dempet dan Karanganyar. Harga juga terpantau normal yaitu Rp 13 - 15 ribu per kg sedangkan BEP petani Rp 9 ribu. Jadi petani masih mendapat keuntungan. Asal jangan naik terlalu tinggi, bisa inflasi," terangnya.
Wibowo menyebutkan, Demak sebagai sentra kedua bawang merah terbesar setelah Brebes meminta agar lebih diperhatikan oleh pusat (Kementerian Pertanian-red), salah satunya kebutuhan gudang penyimpan.
"Petani kami berharap adanya bantuan _cold storage_. Bukan CAS (controlled athmosphere storage) seperti di Brebes, tapi yang ozon buatan UNDIP karena lebih murah," pinta pria paruh baya ini.
Harga bawang merah Demak juga diprediksi stabil normal bahkan ada kemungkinan cenderung turun jika cuaca tidak kunjung baik. Abdul Rosyid (31) petani bawang milenial mengaku produksi melimpah namun kualitas dan ukuran bervariasi.
"Petani yang nekat tanam di akhir oktober tidak ada air, rata-rata bawangnya berukuran kecil. Susah dijual, makanya banyak dijadikan benih lagi," ungkap Rosyid.
Kendala yang dialami petani adalah belum memiliki gudang, sehingga saat harga jatuh tidak bisa menunda penjualan. Salah satu pedagang pengumpul terbesar di Kecamatan Mijen, Yudi, mengaku setiap harinya bisa menyerap sampai 20 ton per hari dari petani, termasuk yang ditebas di sawah dengan harga jutaan rupiah per lahan.
"Harga sudah turun baik yang kualitas super, tanggung besar dan kecil. Sebelum tahun baru harganya sampai Rp 25 ribu. Saya biasa kirim ke Pasar Cibitung, Mojokerto dan Pabean – Surabaya. Saat ini Magetan dan Nganjuk sudah mulai panen raya, harga pasti makin tertekan,” yakin pengepul muda ini.
Berbeda dengan bawang merah, harga cabai merah keriting mengalami kenaikan harga hampir di tiap pekannya. Senin, (9/1) tercatat harga naik Rp 2 ribu menjadi Rp 38 ribu per kg di tingkat petani dan Rp 45 ribu di pasar eceran. Merangkak naiknya harga disebabkan adanya pengurangan Luas Tambah Tanam (LTT). Hal ini diamini oleh Marmin, champion cabai Demak yang saat ini lebih memilih untuk tanam bawang merah.
"Serangan virus kuning, hama tikus dan juga dampak jatuhnya harga di tahun lalu berbuntut berkurangnya jumlah luas tambah tanam cabai di kecamatan dempet khususnya," ujar Marmin.
Hanafi, ketua kelompok tani Abdi Tani yang berada di Kecamatan Jeruk Gulung menyampaikan harga diprediksi akan mencapai puncaknya pada akhir Januari dan kembali turun seiring dengan panen raya di Demak dan wilayah sentra lainnya. Dia ikut berbangga hati, meski mengeluarkan modal yang cukup tinggi untuk membeli air untuk menyiram namun hasilnya luar biasa.
"Saya nekat tanam di akhir Oktober dan hasilnya 2 kali lipat dari provitas rata-rata yang hanya 6 ton per hektar. Saya pun sering menginap di kebun untuk menjaga cabai sampai fajar datang, " ujarnya sumringah. (pr/eg)